Setelah putus,
harusnya setiap orang hilang ingatan. Agar bisa menjalani hidup yang baru tanpa
bayang-bayang masa lalu. Agar tak ada kenangan yang pulang untuk mengabari
kalau dia bahagia dengan orang yang baru. Atau mungkin agar aku tak sedih bila
nyatanya kau tak begitu bahagia dengan kekasih barumu. Mungkin kau selalu
dibanding-bandingkannya dengan kekasihnya yang dulu. Hal yang tak pernah ku
lakukan padamu.
Aku pernah
mencintaimu tanpa merasa punah. Aku memilih menenggelamkan diri dalam madu yang
membeku di bibirmu. Memilih menikmati manis dalam tengguli yang mengental di
dadamu. Dulu, begitu manis sayang. Dulu aku adalah pemenang. Dan kau adalah
mahkotaku yang kubanggakan pada semua orang. Tak ada yang ku takutkan untuk
melalui hari-hari yang keras, tak ada yang ku
ragukan saat menempuh gang-gang kehidupan yang kadang tak ramah. Karena
aku percaya, aku punya kekuatan yang akan selalu menguatkan. Yaitu kamu.
Tapi, kini
semuanya telah berlalu. Masa-masa itu sudah tak emas lagi. Hanya besi bekas
yang masih tertancap di dadaku. Perlahan berkarat, dan rasanya sakit saat aku
ingin mencabutnya. Lebih sakit lagi saat besi itu ku biarkan tetap menusuk ulu
hatiku.
Sedetik setelah
kau nyatakan bukan aku yang kau butuhkan. Sejak itu kita harus memilih jalan
masing-masing. “Mungkin, kita tak lagi cocok!” begitu katamu menghilangkan apa
yang selama ini kita sama-sama kan. Apa yang selama ini kita selalu
kembar-kembarkan. Kausmu saja, sebelah gambarnya ada di dadaku. Bagaimana bisa,
tiba-tiba saja kau katakan kita tak lagi cocok!
Ah, sudahlah!
Aku memang
harus menyadari, itu hanya caramu agar bisa memilih untuk menepi. Itu hanya
caramu agar aku tertinggal dari jalan baru yang kau tapaki. Mungkin kita memang
tak sama, mungkin juga kita memang tak seharusnya menyama-nyamakan apa yang
kita pernah lakukan. Tapi sudahlah, cinta memang begitu. Kadang manis, kadang
kurang ajar!
Kini yang aku
sesalkan hanya satu hal. Saat hatiku sudah mulai tenang. Kau tiba-tiba saja
datang. Dan kau tahu? Kenangan yang pulang dengan kurang ajar sepertimu memang
tak tahu malu. Meski harus ku akui aku tak pernah bisa melupakanmu secepat ini.
Mungkin memang benar, seharusnya setelah putus setiap orang hilang ingatan.
Tak perlu lagi
mengabari aku apa saja yang membuatmu bahagia kini, karena bahagiamu bukan hak
ku lagi.
0:32 : 1
desember 2013
Seperti kisah ku
ReplyDeleteSaya minta izin buat potsing ulang cerita ini ke blog saya yaah,, dengan hastag nama mu gan ;) trimakasih sblmny..
ReplyDelete