Hari ini tidak begitu
buruk. Meski aku ketiduran hampir sepanjang hari. Dan hari berjalan kaki
beberapa kilo meter. Karena supir angkutan umum di kota ini pada demo mogok
kerja. Aku harus pergi ke sebuah toko, membeli sesuatu yang aku butuhkan. Alhasil
aku memilih menikmati apa saja yang bisa aku lakukan. Selama ini aku selalu
berusaha untuk tidak mengeluh. Dan hari ini aku juga tidak akan mengeluh.
Karena saat tertimpa hal yang kurang menyenangkan, jika dibuat mengeluh, hanya
akan menambah beban batin. Karena itu, aku berusaha menikmatinya saja.
Entah angin apa yang
membawamu. Kau datang beberapa saat ketika aku hendak berangkat. Dan, aku juga
tidak mengerti. Mengapa akhirnya kau memilih ikut berjalan kaki. Padahal, aku
tahu betul. Begitu banyak perempuan yang tidak akan bersedia berjalan kaki –jarak
yang cukup jauh- di kota ini. Apalagi perempuan zaman sekarang. Setidaknya,
itulah yang sering terjadi selama ini. Aku melihat pacar teman-temanku. Yang
mengeluh dan harus membuat kekasihnya mengalah.
Sepanjang jalan kita
membahas banyak hal. Obrolan-obrolan ringan. Tentang lelaki dan perempuan.
Tentang anak lelaki dan anak perempuan. Tentang bagaimana mencintai seseorang
saat kita sudah tumbuh dewasa. Sampai kita pada pembahasan, kalau mencintai seseorang, kau juga harus
belajar meluluhkan hati orang tuanya. Ah, itu bagian terserius yang kita
bicarakan hari ini. Di tengah panas matahari yang jatuh di kota ini.
Hingga akhirnya, kita
berhenti di pinggir muara. Dekat jembatan di sebuah mal besar kota ini. Sungguh,
ini bukan perjalanan sepasang kekasih yang biasa kau baca di novel romantis.
Bukan juga kencan sepasang kekasih yang menghabiskan kopi puluhan ribu di kafe.
Kita hanya duduk di pinggir muara. Melepas letih. Menatap nelayan yang tak
sempat ikut demo. Melihat orang-orang memancing. Berbicara banyak hal. Sambil
terus menunggu senja. Sesekali kau tersenyum dan bersorak. Matamu melihat
burung-burung yang terbang menangkap ikan. Hari ini kota kita tidak seperti
biasa. Tidak ada angkutan kota yang mau memuat penumpang. Namun kita masih bisa
merasakan bahagia. Meski harus berjalan kaki. Meski hanya menatap kapal-kapal
nelayan tanpa ada pelangi.
Boy Candra | 20/11/2014
No comments:
Post a Comment