Entah bagaimana caranya, yang aku ingat tanpa
sengaja mataku menatap matamu sore itu. Semalaman aku berpikir apa aku jatuh
cinta kepadamu. Apa semudah itu hati dijatuhi. Satu pandangan saja dan dadaku
berdetak tak tertata. Dua hari kemudian kita bertemu lagi, tapi aku sengaja
diam. Bukan karena tidak merasa rindu. Jika saja bisa ingin kupeluk dan ku
kecup mesra keningmu saat bertemu. Namun kita belum apa-apa. Kita bahkan tak
begitu banyak tegur sapa.
Mungkin benar begini; apa yang terasa di hati
adalah hal-hal yang ditatap mata, dan ia merekamnya hingga terserap di dada.
Lalu orang-orang menyebutnya cinta. Hal yang sama seperti yang kita rasa.
Tak bermaksud terlalu cepat menyimpulkan.
Namun keyakinan seolah sudah terkumpulkan. Yang datang ini dia yang orang sebut
cinta. Yang merekat ini sesuatu yang mereka sebut rindu. Di dadaku kini ia
tumbuh merimbun dan semakin menimbun embun-embun yang mendinginkan. Berserta
doa-doa yang menginginkan. Dan aku mulai percaya, bahwa kau yang hadir bukan
rasa yang sia-sia. Biarlah ku jaga bersama malam-malam yang sunyi, juga dalam siang-siang
bernyanyi.
Tak ada yang bisa menerka kapan cinta memilih
untuk memulih, tapi bukankah saat ia terasa kita selalu punya alasan untuk
menjaga. Aku mengerti diammu pun selalu menyimpan arti. Aku juga pahami bila
tiba saatnya aku tak akan gentar menyatakan hati. Kepadamu ku serahkan percaya.
Meski ku tahu berisiko luka. Seperti yang orang-orang sebut.
--Boy Candra
I like bg , the next terus bg
ReplyDelete