Aku menemukanmu yang sedang patah hati. Sebenarnya
pada saat itu aku juga sedang patah hati. Lalu kita sepakat –dengan perasaan
senasib- memilih untuk bersama. Pacaran, istilah yang orang-orang sebut. Meski
aku lebih suka menyebutnya dengan kekasih. Sepasang kekasih.
Kita bahagia? Tentu! Setidaknya pada
bulan-bulan pertama.
Saat itu aku percaya. Bahwa cinta memang
datang pada dua orang yang memiliki kesamaan. Banyak hal yang kita rasa sama.
Kita sama-sama mencari sosok penyembuh. Kita sama-sama mencari orang yang lelah
merasakan patah hati. Dan terlebih yang membuat kita semakin yakin, kita merasa
memiliki nasib yang sama. Dua orang yang patah hati. Terdengar menyedihkan
memang. Tapi saat itu kita bahagia. Kita merasa saling membutuhkan.
Namun waktu terus berlalu. Luka di dadamu
perlahan sembuh. Aku pun merasa kembali utuh. Aku masih bahagia bisa menjadi
kekasihmu. Bertukar kasih berbagi rindu. Namun beberapa hari terakhir aku
merasa ada yang lain. Kau ternyata tak seperti dulu lagi. Kita sekarang tak
senasib lagi, katamu.
“Ternyata, aku tidak mencintaimu. Aku hanya
butuh seseorang saat aku rapuh.” Kau mengatakan dengan raut wajah seolah merasa
bersalah.
Sejak saat itu aku sadar. Kesamaan memang
tidak selalu bisa menyatukan. Kau ternyata tidak butuh teman senasib. Kau hanya
butuh penyembuh agar kau kembali utuh. Kau hanya butuh pelarian agar kau
kembali bisa berlari mengejar impian.
Boy Candra | 24/09/2014
Astaga bang :') ngena banget.. paragraf yang terakhir ituu lhoo :')
ReplyDelete