Aku adalah anak burung
merpati jantan yang tiba-tiba mengurung diri dalam kamar. Takut tersengat matahari
yang menghanguskan sebagian kulit di bawah sayapku. Takut menatap sinarnya yang
memedihkan mataku. Aku memilih menyembunyi diri dari binar matamu. Sinar yang
mampu meluluhkan aku bahkan lebih hangus dari bakaran sinar matahari jam
duabelas siang itu.
Aku adalah anak burung
merpati jantan yang tiba-tiba takut patah hati. Sejak menatap matamu petang itu
sebagian keberanianku hilang. Aku bahkan tak lagi berani bermain di ranting
pohon sebelah kiri rumah ku. Tidak juga di pelepah pinang sebelah kanan
rumahku. Bahkan aku juga tak berani datang lagi ke sungai kecil tempat aku
biasa membersihkan diri. Kini aku hanyalah anak burung merpati jantan yang
terlalu takut akan hal-hal yang berkaitan denganmu.
Aku takut jika sayapku tak
lagi mampu ku getarkan saat bertatapan denganmu. Bagaimana aku akan
menyelamatkan diri nanti, jika ternyata matamu yang hitam bulat itu mencoba
merasuki jiwaku. Bagaimana mungkin aku bisa selamat dari sinar matamu yang tak
pernah hilang dari ingatanku.
Kau memiliki segala yang
aku rahasiakan pada ibuku. Bahkan keberanianku yang diajarkan ayah sejak lahir
tiba-tiba menciut sejak bertemu denganmu. Entah kapan mulai pastinya rasa itu
ada. Yang aku tahu setiap kali kedua kita bertemu matamu selalu saja menciutkan
nyaliku.
Kata ayah, anak burung
merpati jantan tak boleh takut kepada apa pun. Mungkin ayahku lupa; sewaktu
jatuh cinta pada ibu, dia hanyalah anak burung merpati jantan yang selalu
mengintip dari balik jendela. – begitu cerita kakek kepadaku.
22:12, 25 nov 2013. |
Kamar.
2 comments:
suka banget dg tulisan ini.
good job deh mas boy !!
Post a Comment