Tuesday, July 29, 2014

Pacaran Jarak Jauh.


Ini tak sesulit yang dibayangkan orang-orang. Meski tak semudah air yang jatuh dari daun lalu menyerap ke tanah dan menyuburkan tumbuhan di sekitarnya. Pacaran jarak jauh memang tak semudah air yang jatuh, tapi pacaran jarak jauh mampu menumbuhkan rindu yang utuh.
Cinta tak hanya soal peluk memeluk, juga tak hanya soal kecup mengecup. Bukan maksud menafik hal yang begitu. Namun ada yang lebih luas dari itu, nama perasaan. Hal yang sama sekali tak akan bisa kamu beli di toko mana pun. Juga tak akan pernah kau dapatkan di toko mainan mana pun. Karena perasaan bukan untuk dimainkan. Dan begitu pun dalam hal pacaran jarak jauh, bukan sebuah permainan.
Jika kau sedang menjalani pacaran jarak jauh dan hanya ingin sekedar beranggapan hanya untuk main-main. Segeralah akhiri, karena kau akan membuat hati seseorang yang menjalani serius denganmu sebagai sebuah permainan. Dan itu sama sekali tidak menyenangkan.
Ada banyak hal yang dipertaruhkan orang-orang yang sedang menjalani pacaran jarak jauh. Meski tak ada jaminan atas sebuah kebahagiaan di masa depan. Namun inilah proses panjang yang harus dijalani. Bukankah cinta adalah proses menuju pulang? –berjalan menuju seseorang yang kelak kau sebut rumah dan menetap di sana hingga waktu menutup usia.
Percayalah, kamu tidak sendirian menjalani hubungan seperti ini. Ada banyak orang yang sedang dan telah melewati masa-sama bagaimana sulitnya bertahan setia dan tetap menjaga apa yang mereka sepakati. Pada saat yang sama begitu banyak orang-orang yang akan melemahkanmu. Mungkin bagi sebagian orang pacaran jarak jauh hanyalah cara untuk membuang waktu, bertahan pada ketidakpastian.
Tak salah memang pandangan seperti itu, namun satu hal yang harus diyakini, nama lain dari cinta adalah ketidakpastian. Orang yang pacaran bersebelahan rumah pun belum pasti akan berakhir indah.
Pacaran jarak jauh bukan hanya tentang bagaimana cara memeluk jarak, tapi tentang bagaimana kau memeluk dirimu sendiri. Agar tak ada peluk lain yang melekati tubuhmu saat seseorang yang kau tunggu jauh dari sisi. Dan terus menjadikan diri sebagai orang yang pantas dipercaya karena kau yakin dia akan menjaga hatimu di sana.
Ada hal yang harus kau yakini saat menjalani pacaran jarak jauh. Bahwa ada cinta yang terlalu panjang, yang sayang jika dikalahkan oleh jarak yang membentang. Jarak yang tak lebih panjang dari cintamu.


Boy Candra | 29/07/2014

Saturday, July 19, 2014

Orang-orang belia.



Belia bukan hanya perkara umur, tapi tentang pola pikir, cara berpikir, cara memandang sesuatu. Beberapa orang tak memahami hal ini –atau mungkin mereka tak mau belajar untuk paham. Saya menyebutnya orang-orang belia, pada kesempatan ini. Beginilah, mereka memandang hubungan.

Orang-orang belia cenderung menginginkan pasangan yang selalu nurut kepadanya. Padahal pasangan itu, manusia, bukan peliharaan. Ketika berhubungan dengan manusia, ada hasil pemikiran dia yang juga harus ikut dipahami, bukan pikiran diri sendiri saja. Ada keinginan dia yang harus diseimbangi, bukan inginmu saja.

Orang-orang belia selalu ingin mendapatkan cinta yang sempurna. Ia lupa, bahwa hakikatnya kesempurnaan itu tak pernah ada di dunia ini. Kecuali, kesempurnaan versi manusia sendiri, kesempurnaan yang sesungguhnya bisa diciptakan. Dengan apa? Dengan bersyukur atas apa yang dimiliki.

Orang-orang belia akan selalu senang ketika dituruti semua keinginannya. Meski dia sadar, itu adalah keegoisan. Itu adalah ketidakseharusan dalam hubungan. Dan seringkali dia melakukan hal-hal yang tak sewajarnya, minta ini itu, suruh ke sana ke situ, yang tak sewajarnya lagi.

Orang semacam ini lupa, bahwa mencari pasangan bukanlah perkara menemukan orang yang selalu menurut apa pun yang ia inginkan. Namun mencari pasangan adalah menemukan orang yang bisa diajak bertukar pikiran, saling belajar menyeimbangi, saling belajar membuka logika, dan hati. Sejatinya, pasangan yang baik bukanlah pasangan yang selalu menuruti semua keinginanmu, karena yang penurut seperti itu hanya pembantu. Bukan pasangan hidup.


Boy Candra | 19/07/2014

Saturday, July 5, 2014

Untuk bangsa Indonesia.


Beberapa hari lagi pemilu presiden Indonesia. 9 Juli 2014. Sebagai anak bangsa, saya ingin menyampaikan pandangan saya. Saya tidak memaksa kalian memilih si A atau Si B. Saya hanya ingin menyampaikan pandangan saya. Beberapa hari yang lalu saya pulang ke rumah orang tua saya. Tentu bertemu dengan ayah yang saya cintai.

Berbeda pendapat perihal capres dengan ayah sendiri itu biasa. Tapi yang pasti, saya mencintai yang sederhana, seperti cinta ayah saya. Bagi saya, ayah saya memang tak terlalu gagah. Tapi dia akan memperjuangkan anaknya sepenuh hati. Ia mencintai dengan hati, bukan tampang.

Belajar dari apa yang dilakukan ayah saya; bahwa yang dibutuhkan orang-orang bukanlah kegagahan tapi ketulusan. Seperti ayah.

Karena yang gagah belum tentu berani memperjuangkan dengan tulus, tapi yang tulus akan berusaha sepenuh hati memperjuangkan dengan gagah!

Saya tak pernah memaksa ayah saya memilih satu capres, biarlah dia memilih sesuai hatinya. Ada dua capres, saya percaya ayah saya baik. Saya percayakan yang terbaik untuknya, yang terbaik untuk bangsa ini. Saya dan ayah saya adalah dua orang yang saling membutuhkan. Saya tak mau sendiri tanpa ayah saya, pun sebaliknya. Saya dan ayah saya akan menjadi dua yang saling menguatkan satu sama lain.

Untuk bangsa ini pilihlah sosok ayah, bukan sosok tukang pukul.

Ajaklah hatimu bicara demi bangsa ini. Pilihlah sesuai kata hatimu. Hati tak pernah mendusta, dik. Ia akan selalu memilih yang baik.




Boy candra | 05/07/2014