Sunday, September 28, 2014

Ini cinta, bukan tali yang rapuh.



Nanti kau juga akan tahu, bahwa hidup bukan sebuah permainan. Begitu pun hubungan yang kita jalani. Tidak sebuah permainan. Tak ada yang seharusnya kau tarik-ulur, karena aku bukan layangan yang diikat tali kepadamu. Tak ada yang harus kau cari, karena cinta bukan anak kecil yang hilang.

Saat dia memilih pergi. Hampalah hatimu. Tak akan ada lagi aku. Tak akan ada lagi kita. Juga semua rasa akan sirna. Sebab itu hargailah setiap hal yang masih kita punya. Jika belum sepenuhnya mampu melepaskan, jangan pura-pura melepaskan. Apa pun bisa diselesaikan. Kau harus ingat, yang kau buang (meski menurutmu hanya pura-pura) seringkali tidak bisa pulang. Mungkin juga tak pernah lagi ingin pulang.

Aku mencintai pemikiranmu. Yang menjadikan kita menjadi lebih dewasa. Yang menjadikan kita percaya; masih ada cinta yang sesungguhnya. Yang realistis. Yang tidak hanya sekedar menye-menye manis. Jika kau menjadikan hubungan ini sebagai ajang uji-menguji, kau salah. Tak ada ujian dalam hal mencintai. Kita bukan guru dan murid di SD. Kita sepasang kekasih yang terus mencari penyelesaian. Bukan mencari teka-teki, tentang siapa yang benar sendirian.

Barangkali kau sering mendengar. Ada banyak pasangan yang putus tiap sebentar (mungkin teman-temanmu) lalu mereka jadian lagi. Menjalani hubungan seperti biasa lagi. Seolah hubungan mereka lentur. Tidak ada komitmen. Ada masalah sedikit, putus. Emosi sedikit, putus. Lalu pura-pura merasa bersalah. Meminta untuk kembali menyambung cinta. Apa kau tidak pernah berpikir? Jika seutas tali sudah terlalu banyak buhul penghubung (yang putus disambung-sambung lagi) ia tidak akan pernah sekuat semula. Ia akan bisa putus kapan saja, dan kau tidak akan pernah bisa menyambungnya lagi. Dan satu hal lagi yang harus kau tahu. Aku sama sekali tidak pernah ingin menjalani hubungan rapuh (hubungan yang terlalu banyak buhulnya). Karena kita tidak akan sekuat dulu. Dan ketika semua itu terus berlanjut kita hanya menikmati sebuah permainan putus-sambung. Bukan cinta yang utuh untuk menemukan bagaimana menjadi dewasa sebenarnya. Ini tentang bagaimana menjaga hati, bukan seutas tali yang rapuh.

Boy Candra | 28/09/2014


Wednesday, September 24, 2014

Bulan-bulan pertama.


Aku menemukanmu yang sedang patah hati. Sebenarnya pada saat itu aku juga sedang patah hati. Lalu kita sepakat –dengan perasaan senasib- memilih untuk bersama. Pacaran, istilah yang orang-orang sebut. Meski aku lebih suka menyebutnya dengan kekasih. Sepasang kekasih.
Kita bahagia? Tentu! Setidaknya pada bulan-bulan pertama.
Saat itu aku percaya. Bahwa cinta memang datang pada dua orang yang memiliki kesamaan. Banyak hal yang kita rasa sama. Kita sama-sama mencari sosok penyembuh. Kita sama-sama mencari orang yang lelah merasakan patah hati. Dan terlebih yang membuat kita semakin yakin, kita merasa memiliki nasib yang sama. Dua orang yang patah hati. Terdengar menyedihkan memang. Tapi saat itu kita bahagia. Kita merasa saling membutuhkan.
Namun waktu terus berlalu. Luka di dadamu perlahan sembuh. Aku pun merasa kembali utuh. Aku masih bahagia bisa menjadi kekasihmu. Bertukar kasih berbagi rindu. Namun beberapa hari terakhir aku merasa ada yang lain. Kau ternyata tak seperti dulu lagi. Kita sekarang tak senasib lagi, katamu.
“Ternyata, aku tidak mencintaimu. Aku hanya butuh seseorang saat aku rapuh.” Kau mengatakan dengan raut wajah seolah merasa bersalah.
Sejak saat itu aku sadar. Kesamaan memang tidak selalu bisa menyatukan. Kau ternyata tidak butuh teman senasib. Kau hanya butuh penyembuh agar kau kembali utuh. Kau hanya butuh pelarian agar kau kembali bisa berlari mengejar impian.
Boy Candra | 24/09/2014


Saturday, September 20, 2014

Tak terpikirkan sebelumnya.




Aku tidak pernah berpikir akan menjadi kekasihnya. Tidak pernah juga berharap akan menjadi seseorang yang menemaninya makan sebagai sepasang kekasih. Aku dan dia hanya berteman, sebelumnya. Sebelum akhirnya kami saling menyadari. Ada hal yang mengikat kami. Perasaan yang tumbuh melalui proses panjang. Perasaan yang berawal dari perkenalan biasa. Kemudian kami memilih berteman. Hingga akhirnya kami sepakat menyebutnya dengan sahabat. Setelah sekian lama. Tanpa kami sadari. Hari ini aku dan dia sudah menjadi begini saja.

Tiba-tiba saja aku cemburu saat ada orang lain menginginkannya. Tiba-tiba saja aku merasa risih saat ada teman lain yang lebih mesra dengannya. Entah sajak kapan. Yang aku tahu, perasaan itu mulai mendatangiku setiap kali ia membagi senyum kepada orang lain. Jika aku tahu, orang itu juga menaruh perasaan kepadanya. Perasaan itu semakin tumbuh. Dan aku semakin tidak bisa mengendalikannya. Aku tidak bisa memungkirinya.

Hingga pada suatu ketika. Dia juga merasakan hal yang sama. Dia mengatakan, dia tidak suka kalau aku terlalu dekat dengan orang lain. Meski tak mengatakan cemburu. Tapi ia memperlihatkan kalau dia cemburu. Aku? tentu merasa senang. Aku mulai berpikir ini adalah jatuh cinta. Aku mulai berharap kami merasakan perasaan yang sama.

Dan cinta memang jatuh di hatiku dan dia. Melalui proses panjang. Aku dan dia tidak bisa menutupi lagi. Bahwa kami memang tidak bisa saling memungkiri. Kami saling jatuh hati. Aku ingin dia lebih dari sekedar sahabat. Dia pun ingin aku menjadi lebih kuat dari sekedar sahabat. Kami sepakat, sekarang hubungan kami bertambah. Sebagai kenalan. Teman. Sahabat. Dan hubungan baru. Sebagai kekasih.


Boy Candra | 20/09/2014

Sunday, September 14, 2014

Pada waktunya.


Ada banyak hal yang harus kita pahami di dunia ini. Salah satunya perihal perubahan. Ya, semua pasti akan berubah pada waktunya. Begitu banyak yang awalnya teramat cinta kemudian berubah biasa saja. Atau mungkin malah bertolak belakang, menjadi saling benci. Ada yang awalnya saling memahami kemudian berubah saling egois. Merasa lebih penting dan merasa selalu ingin menang sendiri. Padahal dulu mereka sepakat untuk belajar saling mengerti. Dan hari ini mereka berubah.
Namun harus kita pahami, perubahan tidak terjadi begitu saja. Ada proses yang membawanya ke arah itu. Semisal, nasi tidak akan pernah menjadi nasi jika saja beras tidak pernah ditanak. Proses tanak inilah yang akan menentukan kualitas nasi. Jika tidak tepat takaran, nasi bisa saja menjadi bubur. Atau malah menjadi arang. Gosong.
Begitulah kita. Proses yang membuat kita mengalami perubahan. Jika kita melaluinya dengan baik. Maka kita akan berubah ke arah yang lebih baik. Cinta akan semakin utuh bila dibangun dengan hati yang penuh. Namun bila kau dan aku hanya setengah hati, perlahan-lahan kita akan kehilangan kendali. Lalu sampai pada tahap hanya ingin menang sendiri. Kita akan lupa bahwa kita punya tujuan yang indah di awal rencana. Kita akan menjadi bubur, bukan hanya bubur yang hancur, bisa jadi bubur yang basi. Hubungan yang kita lalui tidak lagi pakai hati namun lebih banyak emosi.


Boy Candra | 14/09/2014