Monday, June 30, 2014

Perkara melupakan



Melupakan itu perkara membiasakan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang biasa kamu lakukan dengan orang yang (pernah) kamu cintai .

Kenapa banyak yang ingin melupakan tapi gagal?

Saya pikir begini;

Orang-orang seperti ini hanya ingin melupakan, tapi tak pernah benar-benar berusaha melupakan. Mereka tak pernah mencoba beranjak dari kebiasaan-kebiasaan yang selalu mengingatkan. Tak pernah ingin mencoba melakukan kebiasaan baru yang bisa membuat dirinya kehilangan waktu untuk bermanja-manja dengan ingatan itu. Orang-orang seperti ini hanya orang-orang yang ingin melupakan, tapi terlalu takut kesepian. Ia menginginkan lupa, tapi memeluk ingatan sepenuh dada.

Orang-orang yang setengah hati dalam melupakan akan bilang begini; kalau terlanjur sayang, ya gimana lagi. Kan nggak gampang ngelupain. Dan tetap bersikap seperti biasa. Sederhananya, ia tetap chat seperti biasa, tetap bertemu seperti biasa, dan melakukan hal-hal seperti biasa.

Orang-orang yang tak sepenuh hati dalam melupakan akan mencari sekian banyak tempat bercerita lalu bertanya bagaimana cara melupakan, tapi dia tak melakukan apa yang disarankan orang lain. Tak mau merubah kebiasaan. Mereka melakukan setengah hati. Apa pun itu bila dilakukan setengah hati, sepertinya memang akan kecil kemungkinan berhasil. Begitu pun perkara melupakan.


Boy Candra | 30/06/2014


Sunday, June 22, 2014

Mana cinta yang tulus, mana cinta yang rakus.


Seorang teman mengatakan kepada saya, “Nyatakanlah sampai dia menerimamu. Ya, minimal tiga kali!” lama saya berfikir. Jujur saja, seumur hidup, sampai saat menulis ini, saya hanya pernah meminta perempuan sampai dua kali. Apa benar begitu? Namun satu hal yang saya pahami, perempuan memang butuh diyakinkan. Meski tak semua lelaki mampu meyakinkan dengan cara yang bebal seperti itu. Beberapa lelaki sebenarnya, lebih susah mengumpulkan keberanian untuk menyatakan satu kali saja.  Dan akan mundur saat perjuangan pertama itu ternyata dihempaskan.

Kata teman saya yang lain, “jangan terlalu lancar dalam mengatakan perasaan, bikin kesan grogi, agar dia nggak ngira kamu sudah jago gombal,” Kalau untuk urusan yang ini sebenarnya saya malah kesusahan. Bukan apa-apa. Untuk berbicara hati dengan perempuan yang saya sukai, sebenarnya saya nyaman saja, nggak grogi, meski beberapa kali masih grogi. Bukan karena saya jago gombal, tapi karena saya sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Mengumpulkan keberanian. Barangkali, itu yang membuat saya lancar mengutarakannya.

Dua hal tersebut, barangkali benar, barangkali salah. Tergantung dari segi apa kamu melihatnya. Yang jelas, dua hal tersebut adalah pendapat teman saya.

Namun, ada hal yang harus saya sampaikan kepadamu perihal seseorang menyatakan rasa. Tak semua orang yang sangat cinta padamu mampu menyatakanya berulang-ulang. Kenapa? Karena saat kamu menolak ia pada perjuangan pertama, bisa jadi dia sudah hancur. Dan akan memilih memendam saja pada tahap selanjutnya, meski cinta padamu tak pernah hilang. Ada juga orang yang hanya main-main denganmu, lalu memintamu berkali-kali, karena kamu menolaknya, bisa jadi itu karena ia memang cinta, bisa jadi itu hanya karena dia penasaran kenapa kamu menolaknya.

Perihal kegigihan menyatakan rasa ada dua orang yang berbeda tapi melakukan hal yang sama. Orang yang serius meminta, dan orang yang rakus akan cinta. Dia yang serius akan meminta hatimu berkali-kali, tanpa memaksamu, dan mungkin saja akhirnya akan memilih berlalu jika kau tak juga menerimanya tanpa pernah membencimu, dan mungkin melupakanmu sepenuh hatinya. Sedangkan, orang yang rakus akan cinta, akan memintamu terus-terusan dengan kesan memaksa; kau harus menerima cintanya. Jika berkali-kali kau tak juga menerimanya, cintanya akan berubah jadi benci kepadamu. Begitulah kira-kira.

Cinta yang tulus akan tetap tulus, dan pelan-pelan ia akan menghapus diri tanpa perlu membenci jika kau mengelakan darinya. Cinta yang rakus, seringkali memaksa, dan akan merencanakan kau terluka bila kau menolaknya. Gunakanlah hatimu untuk berbicara dengan matanya. Karena hati dan mata terlalu sulit untuk berdusta. Agar kau tahu mana cinta yang tulus, mana cinta yang rakus.



--Boy Candra

Wednesday, June 18, 2014

Sebagai teman.

Mambaca curhatan di email, pagi ini:


Singkatnya, seperti ini:

"Kak, dulu teman aku dekat banget sama aku, kemana-mana kita selalu berdua. Meski dia tahu aku udah punya pacar, sekarang dia jauh kak, kayaknya dia udah punya pacar juga. Aku sedih, aku nggak mau kayak gini. aku maunya dia tetap kayak dulu kak, gila-gilaan bareng.  Tapi sekarang terasa jauh kak, dia. Aku harus gimana kak..."


Begini, dik.

Dik, coba aku tanya salahnya teman kamu dimana? Nggak ada kan.
Kamu udah punya pacar, sedangkan dia belum. Nah, ketika dia sudah punya pacar, dan dia lebih dekat dengan pacarnya, apakah dia salah?!

dik, setiap teman memang akan dan harus berubah saat mereka punya kekasih. sebagai temannya pun kamu tidak boleh egois dengan menuntut dia untuk tetap berlaku sama kepadamu, seperti sebelum dia punya kekasih.

Pada akhirnya kita memang hanya boleh memiliki hak teman, sebatas teman. Tentu, tak dapat hak lebih, seperti kekasih atau mendekati kekasih. :)




*Boy candra

Friday, June 13, 2014

Perempuan yang menyukai anak kecil.


Dulu, suka berbagi cerita dengan seorang perempuan tentang anak kecil. Saya pribadi, senang melihat anak kecil. Mereka bak malaikat kecil yang lucu. Beberapa kali saya dan perempuan itu dengan sengaja atau tidak berjalan-jalan di sebuah mall selalu menyempatkan diri melihat pakaian anak kecil (kami suka memperhatikan, sarung tangan dan kaki, juga topi kupluk). Kata teman-teman saya yang lain, kebiasaan kami adalah kebiasan yang aneh. Tapi, saya (dan seorang perempuan itu) tidak peduli. Toh saya menyenanginya, dia juga, kami sama-sama menyenangi hal yang sama. Hingga suatu hari, saya tidak lagi pernah membahas hal yang biasa saya bicarakan dengan perempuan itu.

Kami memilih hidup masing-masing. Ya, setidaknya harus menjalani hidup masing-masing. Tapi, saya senang, melihat dia yang sekarang tak hanya suka memandangi anak kecil, tak hanya suka bercerita dengan anak kecil.  Tapi sekarang dia lebih suka berfoto ria dengan anak kecil (entah anak siapa itu), dan mengaplodnya ke pesbuk. Saya senang, dia masih menyukai anak kecil. Berarti dulu, dia tak berpura-pura menyukai apa yang kami sering bicarakan. Meski kini dia tak lagi melakukanya dengan saya.




--Boy Candra.

Monday, June 9, 2014

Sebuah guyonan malam minggu.


Kemarin malam di sebuah acara senang-senang di malam minggu. Di penghujung acara saya agak tersinggung oleh ucapan seorang 'adik' pengisi acara. Ya, secara tidak langsung dia merendahkan saya. Entah apa motifnya, saya kurang paham. Awalnya saya berniat menegurnya secara langsung, jujur saja saya tidak suka diusik oleh orang-orang yang tidak pernah saya campuri hidupnya. Kepada 'adik' yang satu itu pun saya tidak pernah ingin mencampuri hidupnya. Lalu kenapa dia dengan tidak sopan, mengusik ketenangan saya? 

Tapi, setelah saya renungkan lagi. Tak ada gunanya saya menegurnya. Toh, itu memang tidak penting untuk dipermasalahkan. Karena ketika seseorang merendahkan kita, sebenarnya kita tak pernah menjadi rendah. Bahkan mungkin saja, kita akan menjadi semakin tinggi bila kita mampu melewatinya dengan baik. 

Saya mencoba menenangkan diri. Dalam kepala saya; semoga dia sadar dan lebih banyak lagi belajar. Saya tidak akan marah, meski saya lumayan gerah dengan ucapannya. Tapi sudahlah. Tak ada guna menjelaskan apa pun kepada orang yang merendahkan kita, padahal dia tak mengenal kita dengan sebenarnya. Mereka hanya orang-orang kesepian yang tak ada bahan untuk menghibur dirinya sendiri. 



--Boy candra

Friday, June 6, 2014

Akhirnya.

Pada akhirnya, kamu hanya perlu mensyukuri apa pun yang kamu miliki hari ini. Walau pun yang kau tunggu tak pernah datang. Walau pun yang kau perjuangkan tak pernah sadar dengan apa yang kau lakukan. Nikmati saja. Kelak, dia yang kau cintai akan tahu, betapa kerasnya kau memperjuangkannya. Betapa dalamnya rasa yang kau simpan kepadanya. Dia hanya pura-pura tidak tahu, atau mungkin tidak mau tahu sama sekali. Tidak usah hiraukan. Jika sampai hari ini kau masih memperjuangkannya, dan masih menunggunya, tidak masalah. Tidak ada salahnya dalam memperjuangkan cinta yang kau rasa.

Tapi satu hal yang mungkin bisa kau renungkan. Menunggu ada batasnya. Dan kau akan tahu kapan harus berhenti dan mulai berjalan lagi. Meningalkan tempat di mana kamu pernah berjuang sepenuh hati, tapi tak dihargai.



*Boy Candra

Monday, June 2, 2014

Bumi, pohon, dan api-api.



Aku masih melakukan hal yang sama.
merindukanmu tanpa perkara
mencukupimu sebagai hamba
memelukmu dalam doa-doa
mengecupmu berselimutkan asa
untuk menjadi cinta yang utuh,
bersama menerjang apa saja yang membuat kau rapuh

dalam hujan yang jatuh kau ku titipkan
agar sampai ke bumi untuk menghidupi
kepada angin kau kirim pergi
agar sampai dimana tempat menjaga hati

pada pagi, siang, malam, dan dinihari.
ku jaga rindu yang berapi-api
agar kau tetap hangat
agar aku tak terbakar

meski kita saling tak berkabar, percayalah
padamu pohon ini berakar.





Puisi: Boy Candra  | 02/06/2014