Wednesday, July 31, 2013

Perempuanku



Malam ini dingin sekali – sangat dingin. Udaranya terasa begitu menusuk tulangku. Juga tulang rusukku, kamu. 

“Sayang, kamu tidak lelah setelah seharian berkerja?” sapamu manja padaku. Aku tersenyum. Karena aku memang sedikit kelelahan. Tidak sedikit. Sepertinya aku sangat lelah. Tadi rasanya seperti itu, sebelum kamu menyapaku. Percaya atau tidak, suaramu mampu menghilangkan rasa lelah yang menggelayuti tubuhku. Entah kenapa sampai saat ini hanya kamu yang bisa melakukan hal seperti itu. Bahkan minuman penambah stamina pun tak mampu menggantikan sapaanmu. Tak mampu membuatku kembali segar, seperti setelah mendengar suaramu. Sungguh. Ini bukan gombal.
“Ayo tidur, aku juga ingin memelukmu malam ini. entah kenapa malam ini rinduku lebih besar dari malam-malam sebelumnya,” lanjutmu dengan suara yang sudah sangat ku hapal. Itu caramu berbicara saat manjamu kumat. Iya. Kamu perempuan termanja yang pernah ku temui. Karena itu juga aku sangat takut kehilanganmu. Aku percaya, perempuan manja itu sebenarnya adalah perempuan lembut. Kalaupun ada yang manja, tapi tidak memiliki kelembutan, berarti itu adalah manja yang dibuat-buat. Itu sih menurutku.
Aku tetap saja berdiri di sebelah jendela. Melihat  keluar. Karna gordennya belum ditutup, jadi pandanganku bebas melihat bintang yang berpijar. Sangat indah. Dalam hati, ada sesuatu yang tiba-tiba harus ku sampaikan lewat bibirku, “Sayang, kamu tau, bintang itu begitu banyak. Tapi di mataku hanya satu yang bisa menenangkan. Walaupun semuanya bisa menerangkan. Mungkin karena aku berharap, bintang yang satu itu adalah kamu.” ucapku datar. Aku memang tak bisa menggombal. Apa yang kurasa itulah yang kusampaikan. Seperti saat ini.
Kali ini kamu yang tak bicara. Diam. Tapi senyummu begitu bulat. Selain manjamu, satu lagi yang aku suka adalah senyummu. Senyum yang menenangkan hati yang resah. Dan juga otak yang sudah berantakan oleh pikiran pekerjaan, misalnya.
“Kamu kenapa masih berdiri, ayo, tidur, nanti kamu sakit. Aku tak mau kamu sakit.” Ucapmu dengan suara yang sedikit terdengar ngotot. Entah kenapa aku tak pernah merasa risih ataupun tidak nyaman dengan caramu seperti itu. Aku tau, itu cara seorang perempuan memberikan perhatian yang lebih, walau kadang banyak laki-laki yang salah mengerti. Untung saja aku sudah paham siapa kamu. Perempuanku.
“Malam ini kamu harus tidur di sampingku. Aku takut gelap mencuriku darimu. Aku takut.”suaramu terdengar merintih. Apa kamu menangis? Iya. Kamu menangis lagi. Entah kenapa, kamu selalu menangis setiap kita bicara seperti malam ini. Aku minta maaf, kalau aku bandel. “Aku akan tidur sayang. Jangan nangis lagi ya.” Aku berusaha menenangkanmu.
“Kamu harus tidur di sebalah aku. Peluk aku. Rindu ini hampir membunuhku.” Ucapmu terisak. “Aku sayang kamu.”
“Iya, makasih ya sayang. Aku akan segera pulang secepatnya, sekarang bayangkan aku tidur di sampingmu, mengecup keningmu. Oh iya, aku juga ingin mencium perutmu. Mengatakan selamat malam pada anak kita. Aku mencintaimu – juga anak kita.” ucapku sambil mematikan telepon. Lalu menutup gorden. Semoga gaji sebagai TKI, bisa ku jadikan modal pulang kampung nanti, agar aku tak jauh lagi darimu.

***



Senja di akhir juli



Ini entah senja keberapa sejak aku mulai menetapkan untuk jatuh  di hatimu. Tak terasa  sudah di akhir juli saja. Sudah di senja, juli, saja.
perlahan aku berdiri dari remuk hati yang tak terperi.
ada luka lama yang enggan beringsut sembuh
ada rasa lelah yang lelah pergi
ada rindu yang kini berganti sepi.



Langit perlahan berubah sirah. Melukis rasa yang gundah. 


Dulu. setahun yang lalu. Kau pernah memeluk sepiku di dadamu. di bibir senja seperti ini. di ujung juli tahun lalu. Kau ingat?


Aku bahkan tak pernah lupa caramu mengecup manis bibir senja di antara sirah rona mentari. Lembut. 

Senja di akhir juli. 

seperti saat ini, saat kenangan berterbangan di labirin kepalaku. saat sayap-sayap rindu mengepak kalimat kangen. dan hanya aku yang bisa merasakannya. hanya aku. 

aku tau ini tak lagi penting bagiku. tak seperti setahun lalu. saat senja  di akhir juli adalah pelukan mesra. 


sayang, ingat kah kau? kita pernah enggan pulang di senja seperti ini. Seindah itu. dulu. 

Aku menatap langit senja ini. Ia menahanku untuk tetap di sini. - ingatan tentangmu tak pernah lekang. 


di senja akhir juli.

setahun yang lalu kau pergi. membawa ragamu entah kemana. 
tapi hatimu tetap tinggal di sini. di hatiku. seperti setahun yang lalu. masih sama. 



masih sama.


 



Tuesday, July 30, 2013

Perihal mencintai




Ada yang lebih pedih dari cinta yang tak terbalas?

Ada. 

Cinta yang diam-diam tanpa pernah berani beranjak dari dadamu.
Rasa yang perlahan menusuk hatimu semakin dalam –semakin legam

Bahkan beberapa senyuman hanya hadir sebagai penyamar duka di dada
Saat ia menatap matamu, saat ia bercerita tentang seseorang yang dicintainya
Seseorang yang selalu membuatnya penasaran, seseorang yang tak pernah lelah membuatnya tersenyum.
Dan itu bukan kamu!

Kau tetap menjadi pendengar setianya.
Kau tetap menjadi seseorang yang tak pernah berkata, kalau kau cinta.

Perlahan tanpa kau sadari lukamu akan semakin dalam.
Mencintai tak baik dilakukan sendirian begini. Katakanlah! Terimalah apasaja resikonya.
Bukankah patah hati jauh lebih baik dibanding sakit hati sendiri?

Tahu kah kau?

Mencintai adalah perihal menerima luka dan pengabaian.
Mencintai adalah perihal menyatakan dan melupakan
Mencintai adalah perihal keberanian
Mencintai perihal bahagia dan sedih berdua.
Bukan sekedar membuatnya bahagia. –dan melupakan bahagiamu. 

UK. 30 Juli 2013

Monday, July 29, 2013

"...."

--------------------------
"kamu gak akan pernah bahagia kalau terus mencintai orang yang tak pernah mencintaimu."

"tapi aku bahagia seperti ini,"

"yakin?."

 " ..."


-------------------------


"sudahlah, mungkin, sudah saatnya kamu melanjutkan hidup untuk hati yang lain." 

"Tapi...."

"tapi kamu mau mati dulu nungguin dia?" 

"... "

-------------------------

Perihal pasangan

"Minta saja pada Tuhan, kalau kamu belum diberi pasangan. Mungkin Tuhan sedang sibuk mengurusi yang lain, yang lebih kesepian dari kamu." - Boy Candra

Aku dan lampu kamarku.

Lampu kamarku sepertinya memperhatikanku sedari tadi.
ia seolah ingin bertanya kenapa aku masih saja belum tidur
kenapa aku masih saja sibuk mengetik kata-kata yang sedang kau baca ini
tapi ia tetap tak mengeluarkan suara, ia hanya menatapku, dengan terus menerangi ruangan kamarku.


Sesekali aku melirikkan mata ke arahnya.
menatapnya, lalu berbisik, kau tau, aku sedang jatuh hati.
kau tau, aku sedang menunggu seseorang menerima cintaku.
aku sedang menuliskan puisi ini untuknya

lampu kamarku tersenyum dengan mengerdipkan cahayanya sejenak
lalu kembali terang seperti biasa.
aku terus saja menulis.
menuliskan apa saja yang terasa di dadaku.
menuliskan apa saja yang ada dipikiranku.

tak terasa malam telah beranjak larut
sebentar lagi dinihari pasti datang
aku menatap lampu kamarku.
mungkin sudah saatnya tidur

aku menekan kontak on-off, dan lampu itu pun mati.
sepertinya malam ini, menulis puisi ini, cukup sampai disini saja.
besok dan seterusnya aku akan menuliskannya lagi untukmu.
di temani lampu kamarku yang selalu setia.

 -------------------------------

 begitulah aku mencintaimu
aku melakukannya dengan hal-hal yang ada di sekitarku
agar aku tak merasa sepi sendiri saat rinduku tak kau balas
agar aku tak mati.




Sunday, July 28, 2013

Hujan malam ini.

Langit sepertinya mengerti.
ada rindu yang diam-diam merasa sepi
ada rindu yang kian malam kian meratapi sunyi
ada rindu yang tak dapat kabar dari kekasih hati yang dicintainya.
tapi tak balas mencinta.

atap rumahku menangis.
merintih seperti seseorang yang mulai letih.
seseorang yang tak lagi kuasa akan pedih.
ternyata sendiri itu tak selalu indah,
mecintai sendiri adalah perihal bertarung resah.

Malam ini kau tak juga memberi kabar
ini malam kesekian kau biarkan rindu terlantar
hujan telah membuat tubuhnya menggigil
tapi kau masih saja enggan memanggil

kau biarkan saja ia tersita waktu
kau biarkan ia terbalut sedu

hujan masih saja turun di atap
juga rindu yang masih saja tak henti meratap.

UK. 22:26 wib - 28-07-13

bekas hujan pilu



Dia membuatku luka, segala yang pernah ku perjuangkan untuknya hanya bisa menyisakan sia. Aku jatuh dalam sepi yang tak pernah ku inginkan, dalam ruang yang tak pernah ku harapkan. Ini kah hasil dari perjuangkan hati yang ku jaga selama ini? Memamah rasa sakit, aku berdiri berangkit dalam bait tatih yang masih menganga.



Dan akhirnya waktu mempertemukan.

Kamu yang dibuatnya luka, percayamu yang terabai sia. Keping yang kau utuhkan untuknya hancur segelitik  tika. Kamu yang menjaga. dia yang menuai hampa. Sakit. lirih batinmu meronta. Bermalam sembab mata menemanimu. Kamu tertatih menyendiri di sudut hatimu. Menggenggam hati yang berkeping hancur.
Lalu ini kah takdirnya?!

Datang dari masalalu yang berbeda tapi sama, - tertatih. Kita bangun kembali pondasi hati kita. bukankah hancur keping masih bisa dibentuk?!. Aku, kamu, tau rasanya tertatih. Semoga ini adalah awal yang kuat untuk membangun istana hati kita, bermaterial keping hati dan air bekas hujan pilu. 

Kita adalah kepingan hati yang saling merekatkan diri dalam luka. - hingga utuh