Sunday, August 21, 2016

Aku Cantik Tidak?




Untuk perempuan yang sering mengeluh kepadaku.

Bacalah surat di bawah ini:


Setiap kali kau mengeluh, lalu bertanya: aku cantik tidak? Aku lebih suka diam tanpa menjelaskan apa pun. Sejurus kemudian kamu akan mengulang pertanyaan yang sama, dengan sedikit pengubahan: aku tidak cantik ya? Lagi lagi aku lebih suka diam, dan masih tak bicara. Lalu kamu akan kesal sendiri. Merendahkan diri dan membanding-bandingkan dirimu dengan orang-orang yang menurutmu cantik.

Begini, biar kujelaskan biar kamu paham apa yang aku lihat darimu. Kalau kau tidak cantik —menurutku— tentu kini aku tidak denganmu. Biar begini —wajahku tidak terlalu tampan— tentu aku tetap akan memilih yang cantik. Kamu harus tahu. Ini mungkin terdengar klise. Tapi, begitulah yang kupikirkan. Cantik perempuan, tidak semata putih kulit, hidung mancung, foto genic di instagram, bisa lucu-lucuan bibir, atau bisa joget-joget sambil lipsing lagu barat.

Tidak juga yang memakai barang-barang mewah lalu pamer di media sosial. Atau yang suka berpose wajah manja, genit, dan kadang menggelikan. Usia tua, bicara anak umur di bawah sepuluh tahunan. Bukan begitu sayang. Kamu tidak perlu menjadi seperti itu. Sama sekali bukan itu yang aku cari dari dirimu.

Aku hanya ingin kamu menghargai dirimu. Sungguh, kecantikan perempuan adalah perihal penghargaan yang diberikan kepada dirinya. Penerimaan atas dirinya sendiri. Yang perlu kamu lakukan hanya menerima dirimu. Tidak perlu menjadi orang lain. Sungguh, aku tidak bodoh saat memilihmu. Aku menyukai kamu karena aku menemukan dirimu yang sederhana—sewajarnya. Itu sudah definisi cantik bagiku.

Jangan mengeluh lagi. Rawat dan jagalah apa yang kamu miliki. Meski kulitmu tidak lebih putih dari perempuan lain, rambutmu tidak lebih legam, alis matamu tidak setebal yang lain —tapi alis asli. Kesemua itu sudah membuatmu terlihat cantik. Jangan suka merendah lagi. Sebab kamu tahu, memilihmu adalah keputusan yang baik yang pernah kulakukan.

Boy candra | 21/08/2016