Untuk perempuan
yang sering mengeluh kepadaku.
Bacalah surat
di bawah ini:
Setiap kali kau mengeluh, lalu
bertanya: aku cantik tidak? Aku lebih suka diam tanpa menjelaskan apa pun.
Sejurus kemudian kamu akan mengulang pertanyaan yang sama, dengan sedikit
pengubahan: aku tidak cantik ya? Lagi lagi aku lebih suka diam, dan masih tak
bicara. Lalu kamu akan kesal sendiri. Merendahkan diri dan
membanding-bandingkan dirimu dengan orang-orang yang menurutmu cantik.
Begini, biar kujelaskan biar kamu paham apa
yang aku lihat darimu. Kalau kau tidak cantik —menurutku—
tentu kini aku tidak denganmu. Biar begini —wajahku tidak terlalu tampan— tentu
aku tetap akan memilih yang cantik. Kamu harus tahu. Ini mungkin terdengar
klise. Tapi, begitulah yang kupikirkan. Cantik perempuan, tidak semata putih
kulit, hidung mancung, foto genic di instagram, bisa lucu-lucuan bibir, atau
bisa joget-joget sambil lipsing lagu barat.
Tidak juga yang memakai barang-barang mewah
lalu pamer di media sosial. Atau yang suka berpose wajah manja, genit, dan
kadang menggelikan. Usia tua, bicara anak umur di bawah sepuluh tahunan. Bukan
begitu sayang. Kamu tidak perlu menjadi seperti itu. Sama sekali bukan itu yang
aku cari dari dirimu.
Aku hanya ingin kamu menghargai dirimu.
Sungguh, kecantikan perempuan adalah perihal penghargaan yang diberikan kepada
dirinya. Penerimaan atas dirinya sendiri. Yang perlu kamu lakukan hanya
menerima dirimu. Tidak perlu menjadi orang lain. Sungguh, aku tidak bodoh saat
memilihmu. Aku menyukai kamu karena aku menemukan dirimu yang
sederhana—sewajarnya. Itu sudah definisi cantik bagiku.
Jangan mengeluh lagi. Rawat dan jagalah apa
yang kamu miliki. Meski kulitmu tidak lebih putih dari perempuan lain, rambutmu
tidak lebih legam, alis matamu tidak setebal yang lain —tapi alis asli. Kesemua
itu sudah membuatmu terlihat cantik. Jangan suka merendah lagi. Sebab kamu
tahu, memilihmu adalah keputusan yang baik yang pernah kulakukan.
Boy candra | 21/08/2016