Di era digital saat ini cinta bisa
jatuh melalui apa saja. Tak jarang sepasang remaja (bahkan orang dewasa)
memilih menginkat komitmen sebagai sepasang kekasih, padahal mereka hanya
bertemu di media sosial –belum pernah bertemu di dunia nyata. Fenomena inilah
yang awalnya menjadi ide awal ditulisnya draf ‘sepasang kekasih yang belum
bertemu’ lebih dari setahun yang lalu.
Draf novel ini melalui perjalanan yang
cukup panjang. Sebab, ini adalah naskah yang saya ajukan jauh sebelum buku ‘catatan
pendek dan cinta yang panjang’ diajukan, bahkan sudah saya ajukan ke editor
saya, sebelum naskah buku ‘senja, hujan, dan cerita yang telah usai’ saya
tulis. (Kalau yang belum tahu dua buku yang saya sebutkan, itu dua buku
terakhir saya yang diterbitkan).
Proses awal menulis draf ‘sepasang
kekasih yang belum bertemu’ ini lumayan lancar. Kebetulan saya menulisnya
setelah ‘jalan-jalan’ ke pulau Sikuai –di Sumatra Barat – yang akhirnya menjadi
salah satu setting cerita. Namun agak panjang waktu yang dihabiskan untuk masa
tunggu. Lebih dari satu tahun. (Jadi penulis harus sabar!)
Di novel ‘sepasang kekasih yang belum
bertemu’ semua kisahya adalah kisah fiksi. Meski beberapa nama adalah nama
orang-orang yang ada di sekitar saya. Itu pun ditulis menjadi nama tokoh atas
permintaan mereka. Dan, mungkin saja kamu akan menemukan hal yang terkesan
nyata, tapi sungguh itu hanya fiksi belaka. Saya menuliskannya untuk penguat
cerita saja.
Secara keseluruhan cerita yang ada di
novel ‘sepasang kekasih yang belum bertemu’ ini adalah cerita yang ringan. Yang
tanpa kita sadari, banyak orang mengalami hal yang sama. Kenal di media social,
lalu merasa nyaman, dan tumbuhlah perasaan yang sulit dijelaskan. Namun terasa
membahagiakan. Meski akhirnya mungkin sebagian menjadi kenangan yang
menyakitkan. Tidak mengapa, itu proses pendewasaan.
Bukankah zaman sekarang apa saja
menjadi mungkin? Pertanyaan ini sebenarnya saya coba jawab dengan menulis novel
‘sepasang kekasih yang belum bertemu’. Sebab, percaya atau tidak, bagi orang
yang percaya akan cinta selalu ada hal-hal yang bisa dinikmati meski terkadang
di luar logika kebanyakan orang lain.
Terakhir pada catatan virtual blog
tour novel ‘sepasang kekasih’ ini, saya ingin menyampaikan, beberapa tempat
yang menjadi setting cerita belum pernah saya datangi sama sekali. Saya hanya
mendengar dari teman saya yang tinggal/pernah kesana, juga melihat foto dan
video, semisal setting Aceh pada bagian akhir cerita. Jadi, saya hanya menulis
dari sudut pandang imajinasi yang saya gabungkan dengan hasil riset saya. Ini
juga tantangan untuk diri saya sendiri, sebab untuk menulis suatu tempat, kita
bisa mengirim jiwa kita kesana, sebelum menuliskannya. Tanpa harus mengirim
raga kita ke sana.
Tidak banyak yang ingin saya sampaikan
mengenai proses kreatif penulisan novel ‘sepasang kekasih’, saya lebih suka
kalau teman-teman pembaca yang memberi penilaian nantinya. Selamat membaca,
semoga terhibur!
Salam,
Boy Candra