Monday, December 23, 2013

Bu.


Aku tak akan pernah bisa sekuat ini tanpa kau mengajarkan aku untuk tetap bertahan, bahkan saat aku masih  berbentuk daging mentah. Kau selalu memujakan doa-doa agar aku kuat. Agar aku tetap bisa melalui masa-masa dalam rahimmu. Setiap detik, menit, berganti kau selalu hati-hati menjaga aku agar bisa lahir ke bumi tanpa satu hal pun yang kurang. Kau jaga hatimu, kau jaga tangismu, kau jaga aku agar semuanya baik-baik saja. Kau selalu membisikan kata-kata sayangmu kepadaku. Bahasa yang mungkin hanya kita yang mengerti waktu itu. Kasih sayang yang tak pernah henti kau nyanyikan sepanjang aku masih menyatu di tubuhmu.

Kau bahkan tak peduli saat tubuhmu terlihat buncit dan gendut. Bagimu, kesehatanku dalam perutmu adalah hal yang tak bisa kau urutkan dengan apa pun. Aku adalah hal yang selalu kau jadikan urutan pertama. Semakin hari aku semakin tumbuh. Karena kasih sayangmu yang selalu utuh. Dari sebongkah daging, aku mulai tumbuh menjadi janin yang nakal. Menendang dan bergerak dalam perutmu. Tapi kau tetap saja tersenyum, menjaga aku agar tetap kuat. Agar aku bisa bertahan dan hadir ke bumi.

Pada harinya tiba, kau masih bisa tersenyum. Meski harus menahan sakit untuk memisahkan aku dari dalam rahimmu. Karena sudah waktunya aku hadir ke bumi. Kau menahan perihnya. Kau menahan pedihnya. Dan sekali lagi, masih bisa mendoakan aku agar aku kuat untuk bertahan. Tanpa kau pedulikan kau sedang mempertaruhkaan nyawamu. Kau tak peduli apa yang akan terjadi pada dirimu, yang kau inginkan, aku hadir dengan tangisku yang selalu kau doa-doakan.

Tapi aku bukan anak yang baik untukmu. Aku mulai menyusahkanmu sejak detik pertama lahir ke bumi. Dengan tangis yang membuat repot. Tak lama kemudian, kau akan disibukkan dengan mengurusi aku yang semakin merepotkanmu. Memandikanku. Memberiku makan. Menyusui. Dan begadang untuk menjagaku. Agar aku bisa tidur pulas. Agar aku tak digigit nyamuk. Kau melakukannya dengan sepenuh hati. Tanpa pernah berpikir apa aku akan membalas semua itu kelak.

Aku mulai tumbuh dan terus tumbuh. Cintamu yang utuh membuatku bisa menjadi anak yang memiliki segalanya. Aku bisa berjalan, berlari, bahkan tak jarang aku mulai telat pulang ke rumah. Aku keasyikan bermain dengan dunia yang ku dapat kemudian. Aku kadang melupakanmu, dunia yang menemaniku bahkan sebelum aku menemukan dunia ini.
Saat remaja, aku jatuh cinta pada perempuan lain. Perempuan yang akhirnya membuat hatiku berantakan. Perempuan yang ternyata tak pernah menguatkan. Dan bodohnya aku malah membiarkan air mata lelaki yang sedari dulu kau ajarkan tegar untuk terbuang sia-sia.

Bu, aku rindu pelukan perempuan sepertimu. Pelukan yang selalu menghangatkan. Pelukan tanpa alasan. Pelukan yang membuatku mengerti bahwa aku lelaki yang dicintai. Aku merindukan semua hal yang selalu kau hadirkan tanpa bayaran. Kasih yang begitu putih. Sayang yang bisa membuatku melayang. Dan cinta yang nyata.

Kau perempuan yang memungut sedihku karena dicampakkan. Kau perempuan yang menopangku untuk kembali berdiri karena dikhianati. Kau perempuan yang selalu mengajarkan aku tersenyum, saat kenyataan hatiku tak lagi baik untuk menerima kenyataan. Kau selalu mengajarkan aku untuk menjadi yang terbaik, meski yang kupersembahkan padamu tak selalu yang terbaik.

Tulisan ini mungkin tak berarti apa-apa. Cintamu terlalu panjang untuk kutuliskan hanya dengan beberapa paragraf di sini. Aku menuliskan ini, agar aku selalu ingat. Aku memilikimu yang kadang tanpa sengaja terlupakan. Terlalu banyak bahagia darimu, yang kubalas dengan kecewa.

Bu, aku mencintaimu lebih panjang dari tulisan ini. Aku ingin menjadi anak yang kelak bisa membuat bangga melahirkanku. Menjadi anak yang kuat seperti doa yang selalu kau pintakan. Terimakasih atas segalanya, bu, atas cinta yang tak pernah ada taranya.

***



Selamat hari ibu, ibu-ibu hebat di balik air mata. Juga di setiap derai tawa. Tanpamu, mungkin dunia selalu luka.  


No comments: