Malam ini dingin sekali –
sangat dingin. Udaranya terasa begitu menusuk tulangku. Juga tulang rusukku, kamu.
“Sayang,
kamu tidak lelah setelah seharian
berkerja?” sapamu manja padaku. Aku tersenyum. Karena aku memang sedikit kelelahan. Tidak sedikit. Sepertinya aku sangat
lelah. Tadi rasanya seperti
itu, sebelum kamu menyapaku. Percaya atau tidak, suaramu mampu menghilangkan
rasa lelah yang menggelayuti tubuhku. Entah kenapa sampai saat ini hanya kamu
yang bisa melakukan hal seperti itu. Bahkan minuman penambah
stamina pun tak mampu menggantikan sapaanmu. Tak mampu membuatku
kembali segar, seperti setelah mendengar suaramu. Sungguh. Ini bukan gombal.
“Ayo
tidur, aku juga ingin memelukmu malam ini. entah kenapa malam ini rinduku lebih
besar dari malam-malam sebelumnya,” lanjutmu dengan suara yang sudah sangat ku
hapal. Itu caramu berbicara saat manjamu kumat. Iya. Kamu perempuan termanja
yang pernah ku temui. Karena itu juga aku sangat takut kehilanganmu. Aku
percaya, perempuan manja itu sebenarnya adalah perempuan lembut. Kalaupun ada
yang manja, tapi tidak memiliki kelembutan, berarti itu adalah manja yang
dibuat-buat. Itu sih menurutku.
Aku
tetap saja berdiri di sebelah jendela. Melihat
keluar. Karna gordennya belum ditutup,
jadi pandanganku bebas melihat bintang yang berpijar.
Sangat indah. Dalam hati, ada sesuatu yang tiba-tiba harus ku sampaikan lewat
bibirku, “Sayang, kamu tau, bintang itu begitu banyak. Tapi di mataku hanya
satu yang bisa menenangkan. Walaupun semuanya bisa menerangkan. Mungkin karena
aku berharap, bintang yang satu itu adalah kamu.” ucapku datar. Aku memang tak
bisa menggombal. Apa yang kurasa itulah yang kusampaikan. Seperti saat ini.
Kali
ini kamu yang tak bicara. Diam. Tapi senyummu begitu bulat. Selain manjamu,
satu lagi yang aku suka adalah senyummu. Senyum yang menenangkan hati yang
resah. Dan juga otak yang sudah berantakan oleh pikiran pekerjaan, misalnya.
“Kamu
kenapa masih berdiri, ayo,
tidur, nanti kamu sakit. Aku tak mau kamu sakit.” Ucapmu dengan suara yang
sedikit terdengar ngotot. Entah kenapa aku tak pernah merasa risih ataupun
tidak nyaman dengan caramu seperti itu. Aku tau, itu cara seorang perempuan
memberikan perhatian yang lebih, walau kadang banyak laki-laki yang salah
mengerti. Untung saja aku sudah paham siapa kamu. Perempuanku.
“Malam
ini kamu harus tidur di sampingku.
Aku takut gelap mencuriku darimu. Aku takut.”suaramu terdengar merintih. Apa
kamu menangis? Iya. Kamu menangis lagi. Entah kenapa, kamu selalu menangis
setiap kita bicara seperti malam ini. Aku minta maaf, kalau aku bandel. “Aku
akan tidur sayang. Jangan nangis lagi ya.”
Aku berusaha menenangkanmu.
“Kamu
harus tidur di sebalah
aku. Peluk aku. Rindu ini
hampir membunuhku.” Ucapmu terisak. “Aku sayang kamu.”
“Iya,
makasih ya sayang. Aku akan segera pulang secepatnya, sekarang bayangkan aku
tidur di sampingmu, mengecup keningmu. Oh iya, aku juga ingin mencium perutmu.
Mengatakan selamat malam pada anak kita. Aku mencintaimu – juga anak kita.”
ucapku sambil mematikan telepon. Lalu menutup gorden. Semoga gaji sebagai TKI,
bisa ku jadikan modal pulang kampung nanti,
agar aku tak jauh lagi darimu.
***
4 comments:
“Kamu harus tidur di sebalah aku. Peluk aku. Rindu ini hampir membunuhku.” Ucapmu terisak. “Aku sayang kamu.”
Rindunya si Perempuan berasa banget, pahit, tapi tetap aja candu. Sukaa :')
Terimakasih, sudah mampir :)
kereeeen
cepat pulang ya..
kasihan rindunya sudah menyiksa hehehhehehe
kereeeeeen
makasih dila :)
Post a Comment